Karena Aku Anak Jujur, Aku Disayang Guru - Cerita pendek kali ini mengangkat tema Kejujuran Kecil yang Berdampak Besar dengan sasaran pembacanya adalah anak-anak. Diiikutsertakan dalam kompetisi blog anak jujur 2016 yang diadakan oleh ACCH (Anti-Corruption Clearing House) KPK Indonesia.
Karena Aku Anak Jujur, Aku Disayang Guru
oleh Kesuma Ariyanti
"Aku anak jujur,” kata Dimas pada dirinya sendiri.
Karena Aku Anak Jujur, Aku Disayang Guru |
Dimas yang periang dan ramah selalu mencoba menjadi siswa yang aktif di kelasnya, meskipun kadang-kadang partisipasinya di dalam kelas mengganggu beberapa siswa karena Dimas dianggap terlalu banyak bicara. Tapi, Dimas tidak patah semangat. Ia semakin menunjukkan kepada teman-teman bahwa aktif dalam pelajaran sangat bermanfaat untuk diri sendiri karena dirinya akan terhindar dari kesesatan berpikir.
Suatu hari, guru Bahasa Indonesia yang bernama Bu Yanti akan mengadakan ulangan harian setelah pembelajaran berlangsung selama tiga minggu. Sebenarnya, Dimas tidak terlalu suka pelajaran Bahasa Indonesia, menurutnya pelajaran Bahasa Indonesia agak membosankan karena Bu Yanti selalu memintanya dan teman-teman untuk membaca buku.
“Kenapa harus membaca buku kalau aku bisa bertanya sebanyak-banyaknya kepada Bu Guru untuk hal-hal yang tidak kumengerti?” kata Dimas saat itu pada teman-temannya.
“Kata-katamu bisa membuat teman-teman lain jadi tidak bersemangat membaca buku, lho, Dimas,” balas Ikhsan ketus. Teman-teman lainnya mengangguk setuju.
“Aku anak jujur. Aku hanya mengatakan apa yang kupikirkan,” jawab Dimas tidak kalah ketus.
Dimas memang tidak menggemari pelajaran Bahasa Indonesia, tapi ia tetap belajar sungguh-sungguh untuk mengikuti ulangan harian yang diadakan Bu Yanti. Soal-soal yang diberikan Bu Yanti bisa Dimas kerjakan, tidak semua, tapi cukup banyak dan membuatnya yakin bahwa ia akan mendapatkan nilai yang cukup untuk melewati batas ketuntasan belajar.
Dipertemuan pelajaran Bahasa Indonesia selanjutnya, Bu Yanti membagikan hasil ulangan harian pertama Dimas dan teman-teman. Beberapa siswa yang tidak mencapai batas kelulusan minimal memasang wajah muram karena kecewa. Beberapa lainnya yang mendapat nilai pas-pasan terlihat cukup puas. Saat itu, Dimas mendapatkan nilai 86. Nilai yang sangat fantastis dan melebihi perkiraannya. Tapi Dimas tidak tersenyum ataupun terlihat bahagia.
“Selamat ya, Dimas, kamu mendapat nilai tertinggi untuk ulangan kali ini. Kamu pasti sudah berusaha semaksimal mungkin,” kata Bu Yanti memberi selamat. “Dan nilai tertinggi kedua sebesar 85 diraih oleh Ikhsan dan Laila.”
Teman-teman sekelas pun memberikan selamat. Beberapa siswa menggoda Dimas untuk minta diajari. Tapi raut wajah Dimas tidak terlihat bahagia. Ia hanya diam saja sambil sesekali mengulas senyum tipis ketika mendengar teman-temannya memberi pujian.
“Baiklah, mari kita lanjutkan ke materi selanjutnya,” seru Bu Yanti mengajak siswa di kelas itu untuk membuka buku cetak. Semua siswa bersiap dengan buku dan alat tulis di atas meja. Mulai menyimak apa yang disampaikan oleh Bu Yanti. Kecuali Dimas.
Dimas memandangi kertas ulangannya dan menyadari bahwa ada kekeliruan di sana. Sepertinya Bu Yanti salah menjumlahkan poin-poin jawabannya sehingga membuatnya mendapatkan lima poin lebih. Seharusnya nilai yang ia dapatkan hanya 81, bukan 86 seperti yang tertulis besar-besar dengan pena berwarna merah di kertas itu. Tapi Dimas tidak bisa mengatakan apa-apa selama pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung. Ia juga tidak bisa mengikuti materi yang disampaikan Bu Yanti dengan baik. Pikirannya kacau.
Sepulang sekolah, Dimas mengunjungi kantor guru dan berusaha menemui Bu Yanti. Seharian Dimas tidak bisa tenang memikirkan nilai ulangan hariannya yang salah. Memang menguntungkan baginya, tapi Dimas tidak bisa membiarkan hal itu. Selama ini ia dididik dengan baik untuk meneladani sifat Rasulullah, salah satunya adalah sifat jujur.
“Aku anak jujur,” kata Dimas pada dirinya sendiri. Ia memberanikan diri untuk mengatakan kepada Bu Yanti bahwa hitungan poin ulangannya salah. Mendengar pengakuan Dimas, Bu Yanti tersenyum hangat. Wanita itu merasa sangat bahagia sekaligus bangga.
“Dimas, meskipun nilai kamu 81 dan tidak menjadi yang tertinggi untuk nilai ulangan kali ini,” kata Bu Yanti. “Tapi buat ibu, kamu mendapatkan nilai 100 karena kejujuranmu, Nak.”
Sejak saat itu, Dimas menjadi siswa kesayangan guru-guru dan dikenal sebagai siswa yang jujur.
End. Karena Aku Anak Jujur, Aku Disayang Guru. Semoga bermanfaat.
Ini menanamkan nilai kejujuran yaa buat anak2
ReplyDeleteIya Pak, tujuannya menanamkan nilai kejujuran pada anak. Terima kasih sudah berkunjung.
DeleteKejujuran yang membuat berharga di mata manusia dan Allah...gut job mbak...
ReplyDeleteBenar sekali, Mbak. Terima kasih sudah berkunjung :)
Delete